Sabtu, 24 September 2011

Pembuktian Tuhan itu ada


Dalam perbincangan di warung kopi, si Paijo bertanya kepada si Parmin, “Apa benar Tuhan itu ada ?”. Pertanyaan ini bukannya karena dia atheis dan tidak percaya adanya Tuhan. Tetapi lebih pada dialektika dalam dirinya tentang Tuhan. Seringkali ia berdoa tapi tak kunjung terkabul doanya. Setiap kali berharap kesuksesan, ternyata yang ditemui adalah kegagalan. Sering pula yang datang dalam kehidupannya adalah hal-hal yang tidak dia inginkan. Tidak jarang pula ia geleng-geleng kepala melihat banyaknya fenomena yang tidak masuk akal seperti saat membaca sebuah koran, dan ada berita seorang ibu melemparkan anaknya dari lantai atas sebuah mall. Maka anaknya yang berumur sekitar 4 tahun langsung meninggal seketika, kemudian sang ibu ikut meloncat juga, namun tidak sampai meninggal dunia, hanya langsung dibawa ke UGD. Si Paijo juga pernah mengalami bagaimana kehidupannya begitu carut-marut. Padahal dia sudah sholat 5 kali sehari dengan baik. Sementara sang koruptor yang telah merampok uang rakyat bermilyar-milyar, malah bisa menikmati kehidupan dengan enaknya. Tidak ditangkap, bisa jalan-jalan ke luar negeri. Atau artis-artis di Hollywood yang tidak perlu sholat tapi bisa menikmati hidup gemerlap. Lalu dimana letak pentingnya sholat ??
Semua hal itu berkecamuk dalam kepala Sang Paijo. Lalu muncullah pertanyaan itu. Parmin yang ditanya seperti itu, langsung kaget dan menuding ke Paijo, sambil berkata, “Kamu ini 10 tahun di pesantren, tapi kok tanyanya begitu “. Sang Paijo pun terdiam. Di satu sisi dia merasa bersalah, di sisi lain memang benar adanya bahwa ia sedang mempertanyakan itu.
Lalu keluarlah nasihat-nasihat dari mulut Parmin, “Kamu mesti secepatnya tobat. Istighfar sana”. Kita ini kan beragama Islam, sudah disebutkan bahwa Tuhan kita adalah Allah SWT. Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah. ”
Paijo pun terdiam melihat Parmin yang langsung berkhotbah layaknya khotib di mimbar jumat. Kata-kata Parmin itu sudah hafal dikepalanya. Tiap jumat dia mendengar kata-kata yang seperti itu. Belum lagi pas ceramah-ceramah agama yang dia tonton di TV. Tapi dia merasa bahwa itu semua hanya ada di kepala. Hanya pengetahuan dan hafalan. Tidak bisa menjawab pertanyaan terdalam tentang kesadaran Ketuhanan yang dia pertanyakan. Ketika dia pulang ke rumah, istrinya yang sudah 10 tahun menikah tetapi belum hamil juga tiba-tiba berkata, “Mas, aku positif hamil.”
Paijo kaget dan tidak bisa berkata apa-apa. Tanpa diduga dia mengucapkan, “Alhamdulillah”. Tanpa dia sadari telah mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT.
Seketika dia menyadari bahwa setelah 10 tahun kesana-kemari, ke dokter, terapi alternatif, pijat dan banyak cara lain dia coba untuk punya anak, tetapi tetap nihil. Tanpa disangka-sangka tiba-tiba istrinya positif hamil padahal sudah lama tidak ke dokter kandungan. Akhirnya dia menyadari tidak ada yang bisa menghentikan proses menstruasi kecuali hanya Sang Maha Pencipta. Langsung Paijo bersujud syukur dan bergegas sholat, sambil berkata dalam hati, “ Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, Engkau adalah nyata adanya”.

Sabtu, 17 September 2011

ANGAN-ANGAN AKAN MUDA

Suatu saat seorang anak yang bernama Budi berusaha untuk menunjukkan kepada Bapaknya bahwa ia mempunyai kemandirian untuk menyelesaikan persoalan-persoalan dirinya sendiri. Ia mempunyai angan-angan yang sangat tinggi. Maklum saja, ia adalah pemuda pada umur 20 tahun. Seakan-akan dunia dapat ditaklukkannya. Akhirnya ia menikah. Dalam pernikahaannya ternyata ia terhimpit masalah ekonomi. Dia sendiri hanyalah buruh kasar di pelabuhan. Istrinya hanya penjual pisang goreng di pasar. Tetapi angan-angan di kepalanya masih tetap setinggi langit. Ia banting tulang bekerja siang-malam sambil berpikir kenapa kehidupannya begini-begini saja. Kaya pun tidak kunjung datang. Padahal tiap hari ia bekerja dengan sangat keras, jujur, baik. Lalu kapan cita-citanya yang setinggi langit tercapai. Ketika melihat mobil-mobil mewah berseliweran, muncul rasa iri di hatinya. Ingin rasanya memiliki mobil seperti itu. Bagaimana rasanya menaiki mobil mewah yang seperti itu. Melihat orang berpakaian parlente. Ia pun melihat dengan tajam. Kapan dia akan bisa seperti itu. Ketika melihat tokoh-tokoh penting negeri muncul di televisi, ia ingin seperti tokoh-tokoh tersebut. Ingin masuk TV, terkenal, disegani, populer. Pada suatu malam, ia tertidur di beranda rumahnya, karena capek bekerja seharin. Dalam tidurnya ia bermimpi mendapatkan surat dari seorang berjubah putih. Lalu dibacanya surat itu. Tulisan dalam surat itu adalah :

Bersabarlah. Lakukan hal-hal kecil dengan kesungguhan yang sebesar-besarnya. Sesuatu yang besar terdiri atas rangkaian sesuatu yang kecil. Sukses besar adalah rangkaian sukses kecil. Maka jangan remehkan pekerjaan dan tugas yang kecil karena itu akan menuntun pada pekerjaan dan tugas yang besar. Angan-angan ibarat benalu yang merusak pohon. Maka hati-hatilah dengan angan-anganmu. Tetaplah menginjak kenyataan. Tapi jangan pernah berpatah semangat terhadap impian dan cita-citamu. Bayangkanlah cita-citamu tercapai, maka Tuhan akan mengirimkan kepadamu cita-citamu. Tuhan tidak tidur.

Kamis, 15 September 2011

Kyai

Saya bukan orang jebolan pesantren….jadi sebenarnya saya tidak punya otoritas sama sekali untuk menafsirkan secara sah tentang Kyai.

Tapi kalau berpendapat tentang ‘Kyai’ dari sudut pandang rakyat jelata yang sangat awam tentang agama kan boleh-boleh saja.

Sejak dulu saya ingin menulis tentang sosok yang satu ini karena risau terhadap fenomena akhir-akhir ini. Seringkali orang dengan bermodal sorban dan gamis lalu dengan fasihnya mengucapkan ayat-ayat suci Al Quran lalu sudah disebut Kyai. Atau orang yang kuliah di IAIN dan setelah lulus sudah diberi gelar Kyai. Atau ketika nyantri bertahun-tahun dan setelah keluar pesantren digelari sebagai seorang Kyai. Pernah muncul sebutan Kyai Khos untuk menunjukkan bahwa kyai-kyai tersebut adalah mempunyai kekhususan ilmu. Ataupun akhir2 ini dicetuskan istilah kyai kampung untuk menunjukkan Kyai-kyai yang berad di grassroot dan tiap hari berinteraksi dengan rakyat secar langsung. Hal ini dicetuskan sebagai antitesa terhadap Kyai Khos atau Kyai Langitan yang mulai tidak punya waktu lagi untuk berinteraksi dengan rakyat, karena tamu-tamunya adalah para pejabat dan elit masyarakat.

Menurut saya……terminologi Kyai merupakan sosok agung yang begitu dihormati oleh masyarakat. Terminologi kyai begitu langgeng ada di masyarakat. Sehingga Kyai bukanlah gelar seperti gelar akademis Ir, Drs, MT, atau apapun yang bisa didapatkan setelah menempuh pendidikan dalam kurun waktu tertentu. Kyai menurut saya adalah gelar agung yang diberikan oleh masyarakat secara tulus karena kontribusinya di masyarakat dan mampu menjadi rujukan masyarakat atas permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Sehingga Kyai bukanlah gelar yang dikejar….melainkan gelar yang didapatkan.

Tentu ….walaupun di depan namanya tidak tercantum gelar KH, tidak pernah kuliah di IAIN, tidak pakai sorban-kopyah-gamis, tidak selalu memegang tasbih tetapi jika dia mampu mengayomi masyarakat, mampu memberi jalan keluar atas permasalahan-permasalhan masyarakat baik yang menyangkut agama maupun hal lainnya….maka hakikatnya dia adalah seorang Kyai.